Politisasi jam’ah dalam sholat
Itulah kenapa begitu sangat sakral dan istimewanya keberadaan dan
eksistensinya, sebagai penjawantahan dari ekspresi dan dialog ketauhidan
sebagai mahkluk ber Tuhan. Juga sebagai penetrasi dari system canggih dengan kerumitanya yang di
bungkus dalam aktifitas yang terkesan ‘simpel ‘. Itulah sholat.
Termasuk bagian dari rukun islam, yang bila mana
sesuatu tanpa porsi rukun, maka di pastikan akan roboh, rusak dan hancurlah
sebuah tatanan. Ini tidak guyon, hingga perintah untuk mendirikanya pun
di titahkan langsung oleh Tuhan, seakan
seperti kado berharga sebagai ucapan selamat untuk nabi Muhammad SAW dan ummatnya. Ia
bagaikan tiang yang menegakkan sebuah bangunan. Itulah sholat
Sholat dari beberapa sudut
Sholat
dari banyak definisi banyak di artikan
sebatas ibadah vertikal antara hamba dan Tuhanya. Sebagai perintah
‘wajib’
dari kesimpulan kesimpulan teks, dari mereka komunitas fiqih. Sebagai
aktifitas ibadah mistik, bagi mereka yang awam . Sebagai pundi pundi
pahala, guna mengantarkan ke cahaya surga
dan menjauhkan dari lorong2 neraka, bagi mereka para mental mental
ekonom yang
segala sesuatunya di kalkulasikan.
Itulah sholat
Dimensi nyentriknya sholat
Berkelompok atau bersama sama, mengandung
deskripsi persatuan dan kesatuan. Kekuatan yang semulanya hanya se ‘util’ dapat berefolusi menjadi kekuatan kekuatan
dahsyat. Yang awalnya pengecut bisa bermetafosis menjadi gatut kaca, superman
ataupun wiro sableng.
Di pahami mendalam, sholat memiliki nilai niai
multidimensi yang banyak tak di mengerti banyak orang. Tak melulu mengandung
konsepsi spritual, melainkan termsuk di dalamnya konsepsi sosial ( muamalah ). Karena dalam islam, ajaran ajaran
yang bersifat spiritual senantiasa diselipkan prinsip prinsip sosial. Di
antarnya, itulah sholat.
Dalam jangka waktu 20 tahun, nabi Muhammad SAW
telah berhasil mempersatukan berbagai kelompok yang telah terpisah pisah dalam
koridor suku, ras, batas territorial, agama dsb. Seluruh semenanjung arab telah
berada dalam satu bendera islam hanya dalam waktu 30 tahunan. Arab islam
menjadi kekuatan baru yang di ketahui telah menyiutkan keperkasaan dan kekuatan
besar lainya. Romawi di barat, dan rusia
di tumur. Karenanya ide tentang jama’ah bukanlah ide remeh temeh tanpa nilai.
Sholat pada dasaranya ialah ibadah murni (ibadah mahdhoh ), namun jika di kaitkan dengan di mensi jama’ah, jelas ibadah ini telah memasuki ruang sosial. Yang nampaknya bersifat prifasi, tetapi di sisi lain mengandung muatan muatan poitis sosial.
Antara sholat dan jama’ah adalah
cerminan akurat dari kestupaduan yang hebat.
Misi jama’ah
Berjama’ah dengan sholat memiiki misi untuk
selalu membangun nilai nilai kebersamaan dan kekompakan. Ketika seseorang
dalam shof ( barisan ) jama’ah, maka
secara kesadaran tanpa intruksi, akan di tuntut merapihkan, meluruskan dan
menertibkan barisan. Dalam barisan, seorang jama’ah akan berada pada derajat
dan dimensi yang sejajar satu dengan yang lainya. Artinya apapun profesi,
kedudukan maupun embel embel lainya akan melebur tak berarti. Tersisa hanya
kwalitas ketakwaanya sebagai pembeda.
Sholat berjama’ah adalah media terefektif dalam
menghimpun kekuatan dan potensi. Konsekwensi logis dari di anjurkannya jama’ah
adalah di giringnya masyarakat untuk berkumpul dalam sebuah kegiatan bernama
sholat. Nilai ngumpul ini bisa di investasikan sebagai aset berharga yang
memiliki potensi besar. Sebagai ajang silaturahmi, musyawarah, rapat dsb, yang
tentunya ini akan bermanfaat demi kebaikan dan kesejahteraan pribadi dan
masyarakat.
Jama’ah mengumpukan manusia,
menyatukan mereka dalam satu barisan untuk berjalan dalam satu tujuan.
Tentativ yang terabaikan
Sholat mengimpun kekuatan dari lini paling kecil
hingga besar. Prakteknya, dalam sehari ummat islam bisa berjumpa lima kali rotasi dalam sholat wajib
harian ( mushola ), dan ini bisa di jadikan moment moment berharga sebagai ajang
perbaikan tanpa henti dalam ruang masyarakat kecil atau blok. Step selanjutnya
dalam dimensi mingguan, masyarakat muslim dalam lingkup yang lebih besar. Antar
desa atau kecamatan misalnya, bisa berkumpul dalam ritual sholat jum’at yang
mana ini pun bisa di jadikan forum forum manfaat lainya.
Dalam
dimensi tahunan, masyarakat antar kabupaten atau propinsi bisa di pertemukan
dalam moment ritual jama’ah sholat idul adha dan idul fitri. Dan terakhir,
dalam lingkup paling luasnya, masyarakat dari seluruh penjuru dunia dapat di
pertemukan dalam ritual sekaligus rukun iman terakhir. Jama’ah Haji.
Tentativnya, bahwa dari sholat wajib 5 waktu,
adalah titik star paling kecil, dengan bidikan masyarakat blok ( dari tetangga
ke tetangga ). Meningkkat setelahnya jama’ah jum’atan dengan lingkup antar desa atau
kecamatan. Meningkat selanjutnaya lagi, sholat idul adha atau idul fitri dengan
lingkup yang semakin besar. Kabupaten atau propinsi. Dan terakhir adalah
jama’ah haji dengan lingkup antar Negara.
Luarrr biasssaa
Sholat dengan teknik jama’ahya, menjadi forum
dengan berjuta potensi. Dari lingkup paling mikro ( dusun ) hingga makro (
antar Negara ) dapat terjangkau, asalkan
kesadaran pribadi dan pemahaman luesnya menjadi syarat wajib guna tercapainya manfaat
jama’ah ini. Bahwa berjama’ah tak hanya sebagai ritual monoton dan stagnan
antar hamba dengan Tuhanya saja. Terlebih sebatas menggugurkan kewajiban dan
pengharapan dari tambahan tambahan pahala sholat berjama’ah.
Mestinya islam dalam metodelogi jama’ahnya bisa
meruncingkan kesatuan ukhuah. Karena begitu ironis kenapa hanya dalam ritual
saja kita satu gerakan, satu takbiran, sedangkan kontras dengan realitas
setelah ‘salam’. Negara Negara yang berpenghuni mayoritas musim, seharusnya
menjadi kekuatan besar dalam pergelakan dunia. Bukannya memalukkan seperti
kenyataannya. Tercerai berai, nempel dan sering ngemis ngemis di kaki Negara
Negara barat.
Ajaran ajaran agama kita, serat dengan nilai
nilai luhur politis yang sangat mampu menghantarkan pemeluknya menjadi
komunitas yang pasti di segani, kokoh dan kuat. Berjama’ah dalam sholat
memiliki kandungan politis sitematis yang luar biasa, yang sayangnya terabaikan
mubadzir.
Cukup dengan sholat berjama’ah, bisa menjadi alasan yang lebih dari cukup
untuk menghimpun dan mengekspresikan kekuatan dan ide ide nyata yang di tumpuk
dari kaidah jama’ah. Dengan intensitas pertemuan yang rutin semacam ini, dapat
di bayangkan betapa besar dan kokohnya potensi persatuan di kalangan ummat
islam.
Berpolitis, bersatu dan bersinergi
dengan sholat berjama’ah, untuk menjadi satu kesatuan yang kokoh.
Bukankah Rasulallah SAW marah besar ketika orang
orang meninggalkan jama’ah
و الذي نفسي بيده لقد هممت ان امر بخطب
فيخطب, ثم امر با الصلاة فيؤذن لها , ثم امر رجلا فيؤم الناس, ثم اخالف الي رجال
فأحرق عليهم نيوتهم.
“ Demi dzat yang menguasi diriku,
aku benar benar bermaksud mememrintahkan untuk memecah mecah kayu. Kemudian, di
lantunkan azan untuk sholat tersebut. Kemudian, aku perintahkan seorang laki
laki ( untuk memimpin sholat ). Kemudian ia memimpin (sholat ) orang orang.
Kemudian aku berpisah ( dari mereka dan pergi )kepada orang orang ( yang tidak
ikut berjama’ah ). Kemudian aku bakar rumah mereka. ( H.R Al bukhori no. 44 )
Tanger, 19 oktober 2012